Gajah Sumatera dan Permasalahannya


Gajah Sumatera dan Permasalahannya

(Tugas  Keanekaragaman Hayati)

Oleh:

Kurnia Mayang Sari                0813024035
Rina Sailifa                             0813024044
Siti Nurhalimah                       0813024050
Tia rani                                    0813024052
Yudi trisila                              0813024056


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2009

KATA PENGANTAR


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya atas izin-Nya kelompok kami dapat menyelesaikan  paper dengan tema Biodiversitas dan Konservasi Biologi ini tepat pada waktunya. Sekalipun banyak hambatan yang dijumpai selama menulis, semua itu dapat memberikan pelajaran bagi kami untuk dapat lebih baik lagi.

Penulisan  paper ini bertujuan untuk mengetahui kajian materi biodiversitas dan konservasi biologi yang secara umu dipelajari pada mata kuliah keanekaragaman hayati.

Seperti kata pepatah ”tiada gading yang tak retak” begitu pula laporan ini. Kami menyadari masih ada banyak kesalahan dan kekurangan dalam penulisan laporan ini. Oleh sebab itu, kritik dan sarapam yang membangun sangat kami harapkan.




                                                                        Bandar Lampung, 16 November 2009

                                                                        Tim Penulis



DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
     1.1 Latar Belakang......................................................................................... 1
     1.2 Tujuan ...................................................................................................... 1

BAB II ISI
    
BAB III PENUTUP
     3.1  Kesimpulan........................................................................................... 9
     3.2 Saran ..................................................................................................... 9  


DAFTAR PUSTAKA

 

BAB  I PENDAHULUAN

 

1.1Latar Belakang

Taman Nasional Way Kambas merupakan perwakilan ekosistem hutan dataran rendah yang terdiri dari hutan rawa air tawar, padang alang-alang/semak belukar, dan hutan pantai di Sumatera. Taman Nasional Way Kambas memiliki 50 jenis mamalia diantaranya Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) yang telah dikategorikan oleh IUCN (The World Conservation Union) sebagai satwa terancam punah ( “genting” .Pada tahun 1992 yang lalu, Gajah Sumatera diperkirakan tersisa 2800-5000 individu,. Seiring dengan tingginya laju kerusakan habitat, perubahan tataguna lahan, dan tingginya tingkat perburuan dan konflik yang terjadi dalam kurun wasktu 10 tahun terakhir.

Upaya konservasi gajah Sumatra dilakukan di Taman Nasional Way Kambas memiliki kelebihan sekaligus  kekurangan. Hal ini tampak beberapa kasus penyerangan gajah terhadap pemukiman dan lahan perkebuman warga sekitar TNWK, perusakan tersebut diperkirakan karena  rusaknya  hutan yang merupakan tempat hunian dan mencari makan gajah.Oleh karena itu perlu disusun suatu referensi yang memuat mengenai pelaksanaan konservasi  Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) serta permasalahn yang ditimbulakn oleh Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) di sekitar TNWK.

1.2  Tujuan

Paper ini disusun dengan tujuan sebagai berikut:

1.Mengetahui pelaksaan konservasi Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) di TNWK.

2.Mengetahui penyebab permasalahan yang ditimbulkan oleh Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) di TNWK.

3.Mencari solusi pemecahan permasalahan yang ditimbulkan oleh Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) di TNWK.

 

BAB II ISI

 

Gajah Sumatera dan Permasalahannya

Gajah adalah mamalia darat terbesar yang merupakan salah satu satwa peninggalan zaman purba yang masih bertahan hidup di dunia dengan penyebaran yang sangat terbatas. Diketahui ada di benua Afrika dan Asia.
Gajah asia (Elephas maximus) di Indonesia hanya ditemukan di Sumatera dan Kalimantan bagian timur. Spesies ini terdaftar dalam red list book IUCN (The World Conservation Union), dengan status terancam punah, sementara itu CITES (Convention on International Trade of Endangered Fauna and Flora / Konvensi tentang Perdagangan International Satwa dan Tumbuhan) telah mengkategorikan gajah Asia dalam kelompok Appendix I. di Indonesia sejak tahun 1990.
Di Indonesia, sejak tahun 1931 (Ordonansi Perlindungan Binatang Liar tahun 1931), satwa ini telah dinyatakan sebagai satwa dilindungi Undang-undang dan hampir punah sehingga keberadaannya perlu diperhatikan dan dilestarikan. Penelitian terakhir dengan menggunakan analisis genetika menunjukkan bahwa gajah sumatera (E. maximus sumatranus) adalah monophyletic dan dikategorikan sebagai Evolutionary Significant Unit (ESU; Fleischer et al. 2001; Fernando et al. 2004).
Secara umum gajah hanya terbagi menjadi 2 spesies utama yaitu gajah afrika (Loxodonta Africana) dan gajah asia (Elephas maximus). Menurut sejarah daerah jelajah gajah asia membentang dari Irak dan Siria ke seluruh Asia, tetapi gajah asia hanya dapat ditemukan di daerah hutan yang rapat sampai dataran berumput di India, Bangladesh, Bhutan, Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Nepal, Thailand, Viet Nam, Sri Lanka, China bagian selatan, dan Indonesia.
Gajah asia berbeda dari saudaranya gajah afrika, karena ukuran tubuh dan telinganya lebih kecil, punggungnya lebih bundar, dan memiliki 4 kuku jari di kaki. Yang sangat menarik adalah telinga gajah asia berbentuk mirip dengan pola dataran India, sedangkan telinga gajah afrika berbentuk benua Afrika.
Secara umum gajah asia memiliki tiga sub-spesies, salah satunya adalah Gajah Sumatera (Elephas maximus Sumatranus) yang hanya dapat ditemukan di Pulau Sumatra Indonesia.

Status Populasi & Distribusi
Populasi gajah sumatera tersebar di tujuh provinsi yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan dan Lampung. Gajah Sumatra(Elephas maximus Sumatranus) telah dikategorikan oleh IUCN (The World Conservation Union) sebagai satwa terancam punah ( “genting”), walaupun satwa ini tergolong dalam prioritas konservasi yang tinggi, ternyata sampai saat ini kajian dan analisa distribusi dan populasi satwa ini belum dilakukan secara komprehensif dan menggunakan metode ilmiah yang baku.
Para otoritas pengelola gajah di Indonesia, Departemen Kehutanan, hanya memperkirakan populasi gajah di alam dengan menggunakan metoda ekstrapolasi dari beberapa observasi langsung dan informasi dari para petugas lapangan yang bekerja di Taman Nasional, Balai Konservasi Sumber Daya Alam dan Dinas Kehutanan.

Permasalahan Gajah Sumatera di Lampung
Laju pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Pulau Sumatera khususnya lampung , secara langsung telah memberikan pengaruh signifikan pada terjadinya pengurangan populasi gajah sumatera di alam.
Dampak pengurangan terbesar pada keberadaan populasi gajah di alam selain karena adanya perburuan, juga disebabkan oleh semakin berkurangnya luasan habitat gajah. Pengurangan habitat gajah secara nyata ini karena berubahnya habitat gajah sumatera menjadi perkebunan monokultur seperti singkong dan jagung  yang telah menggusur habitat gajah sumatra. Selain itu hal ini juga telah membuat gajah terjebak dalam blok-blok kecil hutan yang tidak cukup untuk menyokong kehidupan gajah untuk jangka panjang, di sisi lain hal ini juga yang menjadi pemicu terjadinya konflik antara manusia dengan gajah.
Konflik antara masyarakat dan gajah di Lampung pernah mengalami peningkatan pada ahir tahun 2001. Hal ini dilihat dari seringnya gajah mengamuk dan merusak ratusan kebun siap panen milik penduduk. Bahkan tak sedikit warga yang tewas karena diinjak-injak gajah. Wildlife Conservation Society  mengungkapkan  penyebab amukan binatang yang dilindungi itu adalah akibat perbuatan manusia-manusia yang merusak  hutan, lingkungan tempat tinggal gajah. Selain itu  pada area sekitar TNWK  terdapat  pemukiman liar serta gubuk peristirahatan milik para perambah hutan,.Sepuluh tahun terakhir, sudah 6000 hektar lebih lahan milik taman nasional Way Kambas yang telah di alih fungsikan menjadi tanaman singkong oleh penduduk di sekitar taman nasional Way Kambas dengan mengklaim  lahan tersebut sebagai tanah adat.Taman Nasional Way Kambas (TNWK)  kini dijadikan saran pembukaan hutan, telah membuat gajah-gajah penghuninya kehilangan ketentraman dan bahan makan.Sehingga, gajah-gajah tersebut mencari makan di kebun-kebun penduduk di sekitar taman nasional.

Sejauh ini  penganganan konflik antara gajah dan manusia yang dilakukan oleh Pemda  hanya sebatas mengusir gajah keluar dari perkebunan penduduk, dan memberi santunan ala kadarnya kepada penduduk yang dirugikan yang seharusnya bukan tanggung jawab pemda. Padahal penanganan konflik harus dilakukan secara hati-hati, karena menyangkut keselamatan manusia dan gajah itu sendiri serta membutuhkan biaya relatif besar. Penanganan konflik ini sering disebut dengan  Tindakan mitigasi konflik gajah dan manusia (KGM) Keputusan tindakan mitigasi KGM harus berdasarkan analisa yang dilakukan oleh orang-orang atau instansi yang telah memahami dan berpengalaman dalam mitigasi KGM. Sehingga tindakan mitigasi KGM malah tidak memicu konflik yang lebih besar dikemudian hari. Tahapan proses, prosedur, dan mekanisme mitigasi KGM adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi KGM Yang Terjadi
Dilakukan identifikasi yang mendalam mengenai akar masalah, intensitas konflik, besaran akibat konflik, serta kondisi masyarakat dan gajah yang berkonflik.  Tujuannya dilakukan identifikasi ini supaya keputusan tindakan mitigasi yang direkomendasi telah berdasarkan masukan dan informasi dari lapangan yang akurat.
2.  Mekanisme Pengambilan Keputusan Tindakan Mitigasi KGM
TPK( Tim Penanganan Konflik) akan segera melakukan pertemuan membahas informasi yan diterima dari berbagai sumber (masyarakat dan Tim Reaksi Cepat) mengenai KGM yang terjadi. Pembahasan ini bertujuan untuk menentukan tindakan awal untuk memitigasi KGM. Keputusan awal yang harus dibuat oleh TPK adalah menugaskan TRC mengumpulkan semua data yang diperlukan mengenai KGM yang terjadi. TRC melaksanakan kegiatan ini sampai pelaporan adalah selama 1(satu) minggu.

Berdasarkan laporan dari TRC yang telah mengunjungi lapangan melihat seberapa besar konflik yang terjadi. TPK akan mengadakan pertemuan untuk membuat keputusan tindakan mitigasi KGM yang akan dilakukan. Keputusan TPK harus jelas memuat apa yan harus dilakukan, berapa lama kegiatan dilaksanakan, berapa besar anggaran yang diperlukan dan berasal dari mana.
Keputusan tindakan mitigasi KGM diharapkan telah dilihat dari berbagai aspek baik teknis, sosial, dan pendanaan, maupun pasca tindakan mitigasi konflik, serta telah berdasarkan koordinasi dengan berbagai pihak
.
Khusus untuk keputusan berupa penangkapan gajah, TPK sebelum membuat keputusan yang menugaskan TRC bekerja di lapangan, harus telah mendapatkan persetujuan dari Ditjen PHKA Departemen Kehutanan.
 Bentuk Umum Keputusan Tindakan Mitigasi KGM
a) Hanya dilakukan pemantauan
Keputusan ini direkomendasikan, apabila kondisi dilapangan memperlihatkan gajah liar masih dihabitatnya, belum akan berkonflik atau menimbulkan kerusakan bagi properti dan areal pertanian masyarakat. Kemudian berdasarkan pengalaman, gajah ini dalam beberapa waktu ke depan akan kembali kehabitatnya.
b) Hanya dilakukan penjagaan pada kawasan diperbatasan habitat gajah, dimana konflik mungkin akan terjadi
Keputusan ini direkomendasikan, apabila gajah liar diketahui telah berada diperbatasan habitatnya dan atau telah berada di luar habitatnya, tapi tidak di lahan pertanian masyarakat seperti berada di areal konsesi HTI  (Hutan Tanaman Industri)  dan sebagainya. Tindakan penjagaan dilakukan pada lahan pertanian masyarakat terdekat atau dimana gajah biasanya masuk ke daerah tersebut masuk.
c) Hanya dilakukan pengusiran dan penggiringan gajah yang berkonflik kembali kehabitatnya.
Keputusan ini direkomendasikan, apabila, gajah telah berada di luar habitatnya dan telah menimbulkan konflik atau gangguan kepada masyarakat. Tindakan pengusiran atau penggiringan harus dilakukan, supaya gajah kembali kehabitatnya.
d) Hanya dilakukan penangkapan terhadap gajah yang berkonflik
ü  Keputusan ini direkomendasikan, apabila gajah telah berada jauh dari habitatnya dan tidak mungkin lagi dilakukan pengusiran atau penggiringan, karena akan menimbulkan kerusakan yang lebih besar atau membahayakan masyarakat sekitarnya. Atau ditemukan gajah-gajah jantan yang sedang must keluar dari habitatnya dan melakukan kerusakan yang begitu luas.
ü  Keputusan penangkapan gajah dilakukan setelah 3 cara mitigasi KGM sebelumnya (pemantauan, penjagaan, dan pengusiran atau penggiringan) tidak mampu lagi mengendalikan gajah tersebut.
ü  Keputusan penangkapan dapat dilakukan terhadap gajah-gajah yang berada pada daerah dimana secara tradisional mereka berada di sana. Apabila kawasan tempat hidup mereka telah rusak tidak dapat memberikan daya dukung dan keamanan untuk hidup gajah, serta daerah tersebut tidak direncanakan sebagai habitat gajah untuk masa depan.
ü  Keputusan penangkapan gajah harus mempertimbangkan semua aspek, mulai dari kesiapan teknis, pendanaan, resiko-resiko yang mungkin terjadi, dan sebagainya.
ü  Keputusan penangkapan gajah harus mendapatkan rekomendasi dari Dirjen PHKA( Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam )Departemen Kehutanan.
ü  Keputusan penangkapan gajah harus diikuti perencanaan dimana gajah ini akan ditempatkan setelah penangkapan, tanggungjawab penanganan selanjutnya terhadap gajah setelah ditempatkan tersebut. Prinsip utama mitigasi KGM adalah bukan memindahkan gajah yang berkonflik dari habitatnya, tapi secara keseluruhan masih akan lebih kalau gajah-gajah yang berkonflik tersebut tetap berada dihabitanya.
 Hanya ada dua kemungkinan penempatan gajah setelah di tangkap yaitu dilepaskan kembali kehabitatnya atau ditempatkan di PLG(Pusat Latihan Gajah).
 Beberapa pertimbangkan keputusan yang mendasari gajah tangkapan dilepasliaran kembali ke habitatnya :
  • Keputusan pelepasan gajah kembali ke habitatnya dilakukan setelah mendengar informasi dari berbagai pihak bahwa gajah yang akan ditangkap tersebut diyakini berasal dari habitat dimana dia akan dilepaskan.
  • Keputusan pelepasan gajah dapat saja dilakukan ke kawasan yang diyakini bukan asal gajah, tapi telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi gajah.
  • Habitat kawasan dimana gajah ini akan dilepaskan masih dapat memberikan daya dukung untuk hidup dan keamanan bagi gajah yang baru dan manusia yang hidup disekitarnya.
·         Keputusan pelepasan gajah harus memperhatikan tanggapan masyarakat setempat dimana gajah tersebutakan dilepaskan.
  • Keputusan pelepasan gajah mendapat dukungan resmi dari Pemerintah Daerah setempat atau Pemerintah Daerah setempat telah merekomendasikan habitat tempat gajah yang berkonflik dilepaskan di kabupaten mereka sendiri.
  • Adanya kesiapan tim penangkap, pelepasan, dan monitoring, serta pendanaan. Tim monitoring sangat diperlukan supaya konflik baru yang mungkin terjadi pada habitat yang baru bagi gajah tersebut dapat dihindarkan.
Beberapa pertimbangkan yang mendasari gajah tangkapan ditempatkan di PLG (Pusat Latihan Gajah)setempat :
  • Tidak adanya habitat lain disekitarnya yang memadai sebagai tempat pelepasliaran gajah tersebut.
  • Gajah yang selalu keluar dari habitatnya dan berkonflik dengan manusia, terjadi perubahan perilaku dan akan berbahaya apabila dilepaskan kembali kehabitatnya.
  • Gajah-gajah yang berkonflik terbukti, merupakan gajah tangkapan sebelumnya yang telah dilepasliaran ke habitatnya, kemudian karena sesuatu sebab keluar dari habitatnya dan berkonflik kembali.
  • Telah komitmen berbagai pihak, terhadap pendanaan selama gajah tersebut dilatih, dipelihara di PLG(Pusat Latihan Gajah), dan atau pemanfaatan selanjutnya.
  • PLG(Pusat Latihan Gajah) masih mampu menerima gajah liar hasil tangkapan, memeliharanya (menjinakkan dan melatihnya), sehingga gajah-gajah telah ada sebelumnya di PLG(Pusat Latihan Gajah) tidak terlantar.
Jika dilihat dari prosedur yang telah  dilakukan oleh Pemda  , terlihat iktikad baik dari Pemda namun  konservasi gajah di TNWK(Taman Nasional Way Kambas) bukan telah menyelesaikan masalah melaikan kan memicu masalah muncul kembali karena pada kenyataannya di sana gajah-gajah liar yang ditangkar kurang mendapat makanan dan perawatan yang layak.Hal ini pernah  diungkapkan oleh  ketua manajer Sumatran Elephant Project Wildlife Conservation Society (WCS), Arnold F Sitompul dan Martin Tyson.
Melihat memprihatinkannya kondisi gajah dan habitatnya ini maka sudah saatnya pemerintah Indonesia lebih serius dalam melakukan upaya-upaya pelestarian gajah dan habitatnya. Strategi konservasi gajah Indonesia saat ini memang sudah cukup tua, yaitu pada saat pertemuan para ahli pergajahan sewaktu di Lampung pada tahun 1992.  Oleh karena itu, pada bulan Agustus 2007 lalu telah diadakan serangkai pertemuan untuk membuat bagaimana rencana strategis dan rencana aksi konservasi Gajah Sumatera dan Gajah Kalimantan dapat dilaksanakan untuk masa 10 tahun ke depan (2017). Dan akhirnya, dokumen tersebut telah siap dan menunggu untuk diterapkan .
Meski telah mendapat perhatian masyarakat luas, kelestarian gajah Sumatera dan Kalimantan (Elephas maximus) saat ini sangat terancam. Secara ekologis, satwa ini memilik peranan penting dalam menjaga kestabilan ekosistem hutan Sumatera dan Kalimantan, telah dikategorikan oleh IUCN (The World Conservation Union) sebagai satwa terancam punah (masing-masing “genting” dan “kritis”), yang merupakan status terburuk sebelum dikategorikan sebagai “punah” (extinct).  Sementara itu, CITES (Convention on International Trade of Endangered Fauna and Flora/ Konvensi tentang Perdagangan International Satwa dan Tumbuhan) telah mengkategorikan gajah dalam Appendix I yang berisikan jenis satwa yang peredarannya diatur dengan extra ketat.
Pada tahun 1992 yang lalu, Gajah Sumatera diperkirakan tersisa 2800-5000 individu,. Seiring dengan tingginya laju kerusakan habitat, perubahan tataguna lahan, dan tingginya tingkat perburuan dan konflik yang terjadi dalam kurun waktu 10 tahun terakhir,  maka informasi tersebut anggap tidak aktual dan perlu segera diperbaharui. Lebih jauh lagi, dengan era reformasi yang berjalan di Indonesia, strategi pengelolaan sumber daya alam mengalami pergeseran ke arah yang lebih demokratis dan desentralistik. Dengan kata lain upaya konservasi gajah di Indonesia harus dapat lebih menyerap aspirasi masyarakat serta mengedepankan konsep pendekatan “win-win solution” dan disesuaikan dengan agenda pembangunan yang berkelanjutan di daerah.  Oleh sebab itu, bisa dikatakan bahwa saat ini Indonesia belum memiliki rencana aksi strategi konservasi gajah yang komprehensif dan aktual. Hal ini mengakibatkan kurang efektifnya upaya konservasi gajah karena seringnya terjadi benturan dengan kepentingan pembangunan di daerah. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemutakhiran strategi konservasi gajah di Indonesia yang melibatkan masyarakat sipil untuk berorganisasi mendukung upaya konservasi gajah di TNWK  dengan meningkatkan perwakilan masyarakat sipil dalam LSM , membangaun kapasitas kelompok masyarakat sipil untuk mengorganisasikan fungsi konservasi gajah di TNWK, juga  dengan membangun aliansi antara kelompok-kelompok masyarakat sipil  berwawasan dengan sector swata  mendukung pemantauan periodic terhadap sikap masyarakat sipil terhadap konservasi gajah dan analisa konprehensif data yang tersedia dalam hal penggunaan lahan , kehadiran spesies serta ancaman-ancaman konservasi.



BAB III  PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Setelah membahas mengenai Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) yang berada di Taman Nasional Way Kambas dan permasalahan yang ditimbulkan karenanya, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1.      Habitat Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) yang berada di Taman Nasional Way Kambas mengalami kerusakan yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia .

2.      Penyerangan Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) terhadap pemukiman dan lahan perkebunan penduduk dipicu oleh kerusakan habitat gajah tersebut.

3.      Pelaksanan konservasi di Taman Nasional Way Kambas dikategorikan kurang dalam menangani permasalah yang ditimbulkan oleh Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) .

3.2 Saran 

Berikut ini adalah beberapa saran yang dimungkinkan dapat mengoptimalkan pelaksanaan konservasi Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) serta penanganan permasalahan yang ditimbulakan oleh Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus)

1.Memberdayakan masyarakat sipil untuk mendukung konservasi Memberdayakan masyarakat sipil
untuk berorganisasi mendukung konservasi keanekaragaman Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) .

2. Membangun aliansi antara kelompok-kelompok masyarakat sipil berwawasan konservasi dengan sektor swasta

 

DAFTAR PUSTAKA


Anonim. 2000.gajah lampung. (http://en.wikipedia.org/wiki/ gajah lampung ) [12 november 2009, 13:15]

Anonim. 2000.Taman Nasional Way Kambas. (http://en.google.com/TNWK ) [12 november 2009, 14:15]


Fadilasari. 2001.gajah lampung. (http//Tempo/gajah lampung ) [12 november 2009, 13:25]

Indrawan,Mochamad .2000.Biologi Konservasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia


posted under |

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar yang menyangkut SARA dan hal yang admin anggap menyalahi, akan admin hapus.

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Universitas Lampung

About Me

Foto saya
Bandar lampung, Lampung, Indonesia
catatan kebersamaan mahasiswa Biologi '08 FKIP Unila

Followers


Recent Comments